Monas: Warisan Sejarah dan Bantuan Warga Aceh di Masa Silam

Gananews ( Monumen Nasional (Monas) berdiri tegak di pusat ibu kota Jakarta, tepatnya di Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen ini tidak hanya menjadi ikon nasional, tetapi juga memiliki jejak sejarah yang erat kaitannya dengan perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari kolonial Belanda.

Pembangunan Monas dimulai pada 17 Agustus 1961 atas perintah Presiden Soekarno. Monumen ini akhirnya diresmikan dan dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975 oleh Presiden Soeharto. Dengan tinggi mencapai 132 meter, Monas dilengkapi dengan lidah api yang dilapisi emas, melambangkan semangat perjuangan rakyat Indonesia yang tak pernah padam.

Namun, di balik kemegahannya, warga Aceh sering mempertanyakan sejarah pendirian Monas. Kontribusi besar masyarakat Aceh dalam mendukung pembangunan monumen ini menjadi salah satu perbincangan yang hingga kini belum mendapatkan perhatian luas.

Aceh dikenal sebagai salah satu provinsi yang memberikan sumbangan besar kepada pemerintah pusat, termasuk dalam pembangunan Monas. Hal ini membuktikan peran penting Aceh dalam sejarah Indonesia. Tidak hanya melalui kontribusi material, Aceh juga memiliki sejarah panjang sebagai daerah yang memainkan peran strategis dalam perjuangan nasional.

Menariknya, kini sebuah replika Monas telah dibangun di Kecamatan Pekan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Ide brilian ini datang dari masyarakat Aceh yang ingin menghadirkan simbol perjuangan dan kebanggaan nasional di tanah kelahirannya. Replika ini dirancang mirip dengan Monas di Jakarta, lengkap dengan segala detailnya.

Pembangunan replika Monas ini menjadi bukti nyata kreativitas dan semangat warga Aceh dalam melestarikan sejarah. Tidak hanya sebagai simbol, monumen ini juga diharapkan menjadi pengingat bagi generasi muda akan pentingnya peran Aceh dalam sejarah bangsa.

Sejarah Aceh sendiri memang kaya dan perlu terus dikembangkan. Salah satu fakta menarik adalah bahwa Aceh pernah menjadi salah satu ibu kota negara ketiga di Indonesia. Hal ini menunjukkan posisi strategis Aceh dalam perjalanan sejarah bangsa.

Meski replika Monas di Aceh masih dalam tahap pembangunan, gagasan ini mendapat apresiasi luas. Banyak pihak menilai ide ini sebagai langkah positif dalam mempromosikan kekayaan sejarah dan budaya Aceh.

Seorang tokoh yang terlibat dalam pembangunan replika Monas di Aceh mengatakan, “Karena ini sedang kita bangun dan belum selesai, jangan kita tampilkan dulu siapa yang menggagasnya. Mari kita fokus menyelesaikan pembangunannya terlebih dahulu.”

Pernyataan ini menunjukkan bahwa semangat gotong royong masih menjadi kunci dalam setiap langkah pembangunan di Aceh. Semangat ini tidak hanya mencerminkan kebersamaan, tetapi juga rasa tanggung jawab untuk mewujudkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Pembangunan replika Monas ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata baru di Aceh Besar. Selain itu, monumen ini juga dapat menjadi sarana edukasi tentang peran Aceh dalam perjuangan nasional.

Dengan segala potensinya, Aceh memiliki banyak sejarah yang perlu digali dan dikembangkan. Monas, baik yang ada di Jakarta maupun replikanya di Aceh, menjadi pengingat akan semangat perjuangan yang harus terus hidup di hati rakyat Indonesia.

Mengingat peran penting Aceh, upaya melestarikan sejarah ini patut diapresiasi. Tidak hanya sebagai bentuk penghormatan, tetapi juga sebagai inspirasi untuk terus berkontribusi bagi kejayaan Indonesia.”(**)