Kewenangan Aceh Menjalankan Pilkada

Opini-Perdamaian antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani di Helsinki, Firlandia, pada hari Senin, tanggal 15 Agustus 2005 menghasilkan kesepakatan Memorandum of Understanding, hasil kesepakatan tersebut bentuk dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, tentu ini merupakan sejarah baru kepada Provinsi Aceh.

Berbicara kekhususan dan keistimewaan Aceh sangat menarik dari segi hukum dan politik, salah satunya mengenai pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang diatur dalam UUPA, kalau hitungan masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Bupati dan Wakil Bupati /Walikota dan Wakil Wali kota lima tahun setelah itu dilakukan pemilihan ulang secara langsung dan demokratis.

Namun, sistem yang dirancang yaitu Pemungutan suara serentak Nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024 berdasarkan Pasal 201 (8) UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Ketentuan lebih lanjut tentang teknis pelaksanaan pemilihan kepala daerah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Pelaksanaan pilkada dalam hal ini Daerah Otonomi khusus Provinsi Aceh tentu berbeda dengan provinsi-provinsi lainnya, menyangkut penyelenggaraan pemerintahan daerah terkait kekhususan dan keistimewaan Provinsi Aceh diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, salah satunya mengatur tata pelaksanaan Pilkada Provinsi Aceh dalam Pasal 65 sampai dengan pasal 74 UU No 11 Tahun 2006 diatur lebih lanjut dalam Qanun Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Berdasarkan Pasal 74 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 3 Qanun No 12 Tahun 2016 pemilihan kepala daerah dilaksanakan lima tahun sekali. Untuk penyelenggaraan pilkada Aceh dilaksanakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) sesuai dengan tingkatannya berdasarkan ketentuan Pasal 5 juncto Pasal 56 UUPA mengenai penyelenggaraan pemilihan. Tentu ini berbeda dengan daerah-daerah lainya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, walaupun KIP bagian dari KPU.

Kedudukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh memiliki keabsahan (legal) di dalam perundang-undangan dan ketatanegaraan Indonesia, ketentuan dalam Pasal 7 UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan berdasarkan Pasal 18, 18A ayat (1) dan 18B ayat (2) UUD Negara menghormati dan mengakui kepada satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang diatur dalam Undang-Undang, dengan demikian pelaksanaan pilkada Aceh dilaksanakan serentak tahun 2022.

Tujuan pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung dan demokratis yaitu pergantian pemimpin secara legal lima tahun sekali dimana rakyat memilih pemimpin yang sesuai dengan visi misinya hal tersebut dilindungi oleh konstitusi dan Undang-Undang, memberikan kesempatan kepada setiap warga negara yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah, menghindari terjadinya oligarki dan dinasti yang mengakibatkan sistem pemerintahan tidak sehat, kemudian dengan dilaksanakannya pemilihan langsung oleh rakyat artinya ada tanggung jawab pemimpin hari ini kepada rakyatnya dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai kepala daerah, menariknya apakah rakyat tetap mempertahankan petahanan atau memberi kesempatan kepada calon kandidat lain untuk memimpin.

Pelaksanaan pemilihan harus benar-benar jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia jadi penyelenggaraan pilkada tidak hanya mengejar kuantitas saja tetapi harus kualitas. Dengan adanya kualitas dalam penyelenggaran pilkada tentu yang dihasilkan berkualitas. Hukum itu sendiri memberi kepastian, keadilan, kemanfaatan dan keamanan, idealnya hukum itu sendiri menyelesaikan konflik menjadi mekanisme pengendalian dan memberikan kerangka bagi tertib dalam penyelenggaran pilkada.

Hakikatnya pelaksanaan pilkada sebagai partisipasi, hak-hak rakyat untuk ikut serta menentukan masa depannya, memberikan pilihannya kepada salah satu kandidat untuk lima tahun kedepan berdasarkan rasionalnya. Tentu selama proses pelaksanaan pilihan kepala daerah tersebut tidak boleh ada intimidasi dan money politic karena itu termasuk dalam kategori pelanggaran pilkada.

Dalam pelaksanaan pilkada Aceh nantinya harus mengedepankan sportivitas, adil, netralitas dan tidak ada konflik horizontal yang mengakibatkan partisipasi rakyat turun, karena pelaksanaan pilkada merupakan pembelajaran demokrasi dan pergantian pemimpin secara legal yang diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan.

Menarik dan tidak ada habisnya kalau kita membahas mengenai kekhususan dan keistimewaan Aceh dari segi hukum dan politik.