Wartawan Diteror Usai Berita Kecelakaan Pajero yang Tewaskan Ibu dan Anak

Gananews ( Kebebasan pers kembali mendapat ancaman di Aceh. M. Sulaiman (MS), seorang wartawan media online TheAtjehNet, menerima intimidasi setelah memberitakan kecelakaan maut di Cot Gapu, Bireuen, yang menewaskan seorang ibu dan anaknya.

Kecelakaan tersebut melibatkan mobil Pajero yang dikemudikan oleh Samsul, warga Mon Ara, Kecamatan Makmur. Mobil ini diduga milik salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen.

Tak lama setelah berita itu dipublikasikan, MS mulai menerima ancaman melalui serangkaian panggilan dan pesan suara WhatsApp dari oknum anggota DPRK tersebut. Dalam rekaman yang diterima, oknum itu dengan nada marah menuntut agar berita dihapus dan mengancam akan membawa kasus ini ke ranah hukum.

“Hai, nyan pat neucok keterangan nyan neupeugot berita nyan, bek meunan lah tanyoe pane nyoe meunan, nyan kon neupoh loen. Yang pertama nyan, moto hana neutop BL. nyan moto Loen, Berarti nyan merugikan loen, jadi gura droe neuh nyan, kupeuek kasus keudeh jeut. Nyan merugikan loen nyan,” bunyi salah satu pesan suara yang dikirim oleh oknum tersebut.

Ancaman tidak berhenti di situ. Dalam rekaman lain, oknum DPRK itu kembali menegaskan sikapnya, menyiratkan bahwa jabatannya sebagai anggota dewan bisa digunakan untuk menekan wartawan.

MS menilai tindakan ini sebagai bentuk intervensi terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Ia menegaskan bahwa dirinya hanya menjalankan tugas jurnalistik dan memberitakan fakta yang terjadi di lapangan.

“Mobil Pajero yang terlibat kecelakaan memang benar ada di lokasi kejadian. Tidak ada yang saya ubah atau manipulasi. Jika merasa dirugikan, seharusnya menggunakan hak jawab, bukan justru mengancam wartawan,” ujar MS, Kamis (30/1/2025).

Tindakan intimidasi ini menunjukkan betapa lemahnya pemahaman sebagian pejabat terhadap peran media. Seorang anggota DPRK yang seharusnya memahami kebebasan pers justru bertindak sebaliknya, mencoba membungkam berita yang tidak menguntungkan dirinya.

Jika praktik seperti ini dibiarkan, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers, khususnya di Aceh. Jurnalis memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik, bukan untuk melayani kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Upaya membungkam media melalui ancaman tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai demokrasi. Pers bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan untuk melindungi citra penguasa.

Semestinya, jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, mereka dapat menggunakan hak jawab atau mekanisme koreksi sesuai aturan yang berlaku, bukan dengan cara-cara intimidatif.

Tugas jurnalis adalah mengungkap kebenaran. Jika ada pejabat yang keberatan dengan pemberitaan, seharusnya mereka menjelaskan duduk perkaranya secara terbuka, bukan dengan menekan dan mengancam wartawan. Rakyat berhak tahu siapa yang benar-benar bekerja untuk mereka dan siapa yang justru berusaha menutupi kebenaran demi kepentingan pribadi.

Pers tidak boleh bungkam, dan masyarakat harus bersuara agar kebebasan pers tetap terjaga,”(**)