Polemik Pembagian Lahan kepada Eks Kombatan GAM, DPP PBA Minta Program Dikaji Ulang

Gananews  ( Dewan Pimpinan Pusat Peusaboh Bangsa Aceh (DPP PBA) melalui Kabid Humasnya, Jamaluddin alias Bento, meminta pemerintah mengkaji ulang program pembagian lahan kepada mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Menurutnya, program tersebut perlu dievaluasi agar tepat sasaran dan tidak menimbulkan polemik baru.

“Kami meminta pemerintah untuk segera mengkaji ulang program ini. Pemerintah pusat dan daerah harus turun langsung memastikan apakah data penerima dan lokasi lahan benar-benar sesuai dengan kriteria mantan kombatan GAM,” tegas Bento.

Bento juga pada 12-01-2025 menyampaikan dukungannya terhadap sikap Ketua Fraksi Partai Aceh DPRK Aceh Utara, Nasrizal alias Cek Bay, yang mendesak transparansi dalam pelaksanaan program ini. Ia mengingatkan agar nama mantan kombatan GAM tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk meraup keuntungan pribadi.

“Kami tidak ingin ada pihak yang menggunakan nama kombatan GAM untuk mencari keuntungan pribadi. Jika ini terjadi, program tersebut akan jauh dari tujuan awal yang diharapkan,” ujarnya.

Selain itu, Bento mengingatkan agar lahan yang diberikan tidak disalahgunakan untuk aktivitas ilegal seperti pembalakan liar (illegal logging). Ia khawatir jika penyalahgunaan ini terjadi, mantan kombatan GAM akan menjadi pihak yang disalahkan, meskipun keuntungan sebenarnya diraup oleh pihak lain.

“Lahan ini harus digunakan sesuai dengan tujuan program, bukan untuk kegiatan ilegal yang merugikan masyarakat Aceh. Jangan sampai nama mantan kombatan kembali dicoreng,” katanya.

Koordinasi antara panglima wilayah GAM di berbagai daerah, menurut Bento, menjadi kunci agar pembagian lahan berjalan lancar. Tanpa koordinasi yang baik, ia menilai potensi permasalahan di lapangan sangat besar.

“Jika tidak ada koordinasi antara panglima wilayah, saya yakin pembagian lahan ini akan bermasalah. Pemerintah harus serius memastikan hal ini,” tambahnya.

Program pembagian lahan kepada eks kombatan GAM sejatinya merupakan bagian dari upaya memenuhi janji perdamaian yang tertuang dalam MoU Helsinki pada 2005. Namun, pelaksanaannya sering menuai kritik karena dinilai kurang transparan dan rawan penyimpangan.

Bento berharap pemerintah lebih serius menangani program ini dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan organisasi terkait. Langkah ini penting untuk memastikan keadilan dan menghindari konflik sosial di tengah masyarakat.

“Kami mendukung program ini asalkan dijalankan dengan benar. Jangan sampai program ini justru menjadi sumber masalah baru di Aceh,” ujar Bento.

Program yang diharapkan menjadi solusi perdamaian ini justru dikhawatirkan menjadi polemik baru jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh sangat diperlukan.

Dengan berbagai persoalan yang muncul, Bento mendesak pemerintah bertindak cepat dan tepat agar program pembagian lahan benar-benar memberikan manfaat sesuai harapan masyarakat dan eks kombatan GAM.”(**)