Gananews ( Ketua Forum Bersama Aceh Mesaboh, M. Jafar, 25-01-2025 menyampaikan kritik keras terhadap penggunaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang dinilai menyimpang dari tujuan utamanya. Ia meminta pemerintah pusat dan daerah untuk tidak bermain-main dengan pengelolaan dana yang menjadi amanah penting bagi masyarakat Aceh.
Menurutnya penggunaan Dana Otsus Aceh seharusnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang tersebut jelas menyebutkan bahwa dana ini diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan sektor pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Dana Otsus lahir dari perjanjian damai antara Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005. Kesepakatan bersejarah tersebut menghasilkan kebijakan khusus bagi Aceh, termasuk pemberian Dana Otsus sebagai bentuk penghormatan terhadap otonomi daerah dan upaya mempercepat pembangunan pasca konflik.
Namun dia menilai bahwa tujuan mulia dana tersebut kini mulai melenceng. Ia menyoroti laporan-laporan yang menyebutkan bahwa Dana Otsus dialokasikan atau bahkan dihibahkan untuk instansi vertikal, yang sebenarnya tidak termasuk dalam prioritas penggunaannya. “Ketika sampai di lapangan, dana tersebut terlihat tidak tepat sasaran penggunaannya,” ungkap Jafar.
Sebagai warga Aceh, dia mengaku kecewa dan merasa terabaikan atas kebijakan pemerintah yang memberikan Dana Otsus untuk pembangunan instansi vertikal. Menurutnya, langkah ini menunjukkan kurangnya kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan mendesak masyarakat Aceh.
“Kami sebagai warga Aceh berhak menuntut pemerintah atas perlakuan yang tidak adil ini. Dana Otsus adalah hak rakyat Aceh, bukan untuk instansi vertikal yang seharusnya dibiayai dari sumber lain,” tegas Jafar.
Ia juga menekankan pentingnya pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk lebih selektif dan bijak dalam menentukan prioritas penggunaan Dana Otsus. “Pemerintah harus jeli dalam memilih mana yang lebih penting. Jangan sampai dana ini malah digunakan untuk kepentingan yang tidak menyentuh langsung masyarakat Aceh,” lanjutnya.
Kritik ini bukan tanpa dasar. Banyak laporan yang menunjukkan bahwa alokasi Dana Otsus untuk sektor yang sebenarnya tidak krusial bagi rakyat justru mengesampingkan kebutuhan mendasar, seperti pembangunan sekolah, fasilitas kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat di pedesaan.
Kita mengingatkan bahwa jika pemerintah tidak segera memperbaiki tata kelola Dana Otsus, masyarakat Aceh tidak akan tinggal diam. Ia memastikan bahwa tuntutan untuk transparansi dan akuntabilitas akan terus diperjuangkan melalui jalur hukum maupun sosial.
Ia juga meminta DPR Aceh dan para pemangku kepentingan di tingkat lokal untuk bersikap tegas dalam mengawasi penggunaan Dana Otsus. “DPR Aceh harus berperan aktif sebagai pengawas, bukan sekadar menjadi pelengkap kebijakan pemerintah pusat. Ini demi kepentingan rakyat Aceh,” ujarnya.
Kita juga berharap adanya evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan Dana Otsus, termasuk audit independen untuk memastikan dana tersebut benar-benar digunakan sesuai dengan mandat undang-undang.
“Audit ini penting untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan terjadi dan bagaimana memperbaikinya di masa depan,” tambahnya.
Mengakhiri pernyataannya, Jafar menegaskan bahwa keberadaan Dana Otsus adalah hasil perjuangan panjang masyarakat Aceh. Oleh karena itu, penggunaannya harus benar-benar memberikan dampak positif bagi kehidupan rakyat, bukan malah memperburuk ketimpangan sosial.
“Dana Otsus adalah amanah besar bagi Aceh. Kami akan terus mengawal penggunaannya agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” pungkasnya.'(*”)