Gananews ( Upaya mediasi dalam kasus penganiayaan terhadap jurnalis Transmedia (CNN Indonesia TV), Ismail M Adam atau Ismed, berakhir tanpa kesepakatan. Proses Restorative Justice (RJ) yang digelar di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie Jaya pada Senin (10/3/2025) tidak membuahkan hasil, sehingga kasus ini akan dilanjutkan ke Pengadilan Negeri (PN) Meureudu.
Mediasi ini dimediasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Pidie Jaya, M. Faza Adhyaksa, SH, MH, dan Ashri Azhari Baraha, SH, MH, serta disaksikan oleh penyidik tindak pidana umum (Tipidum) Polres Pidie Jaya. Meskipun berlangsung dalam suasana santai dan khidmat, pertemuan tersebut tidak mencapai titik temu antara keluarga tersangka Iskandar dan korban Ismed.
Ismed, yang didampingi sejumlah organisasi pers dan advokat, dengan tegas menolak upaya Restorative Justice. Menurutnya, penolakan tersebut bukan berarti menolak perdamaian, melainkan sebagai bentuk perlindungan terhadap kebebasan pers dari ancaman dan intimidasi.
“Penolakan RJ bukan berarti saya tidak menginginkan upaya damai, tetapi penganiayaan terhadap saya ini sangat sadis. Saya hanya menjalankan tugas sebagai jurnalis sesuai kode etik jurnalistik demi kepentingan publik,” ujar Ismed dalam mediasi tersebut.
Ismed juga menegaskan bahwa dalam melakukan peliputan, seorang jurnalis tidak perlu meminta izin kepada keuchik (kepala desa), terutama jika yang diliput adalah aktivitas atau proyek yang menggunakan anggaran negara.
Lebih lanjut, ia mengkritik tindakan keuchik yang justru melakukan penganiayaan terhadapnya. Menurutnya, aparat pemerintah seharusnya berperan dalam menjaga ketertiban dan mencegah tindak kekerasan, bukan malah menjadi pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
“Mirisnya, pemerintah desa yang seharusnya melerai dan mencegah kekerasan, justru malah menjadi pelaku. Ini menjadi contoh buruk bagi keuchik lainnya agar tidak bertindak arogan terhadap jurnalis yang bekerja sesuai kode etik,” tambahnya.
Ismed juga menilai bahwa tindakan penganiayaan yang dialaminya merupakan bentuk pembungkaman terhadap informasi publik dan ancaman terhadap kebebasan pers. Ia menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini tidak cukup hanya dengan RJ, tetapi harus melalui jalur hukum untuk memberikan efek jera kepada pelaku.
“Hari ini saya yang mengalami, besok bisa saja jurnalis lain. Jika kasus ini tidak ditindak tegas, maka kekerasan terhadap jurnalis akan terus berulang,” ujarnya.
Dalam mediasi tersebut, hadir pula Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Aceh, Ketua dan Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Ketua dan Sekjen AJI Bireuen, tim advokasi AJI Bireuen, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pidie Jaya, serta jurnalis CNN Banda Aceh. Dari pihak tersangka, turut hadir keluarga pelaku, Imam Masjid Blang Rheu, serta kuasa hukum mereka.
Sementara itu, korban juga didampingi oleh Imam Masjid Sarah Mane, tim pendampingan hukum, serta Komisi Kekerasan Jurnalis (KKJ) Aceh. Kehadiran berbagai pihak dalam mediasi ini menunjukkan besarnya perhatian terhadap kasus ini.
Karena tidak ada kesepakatan dalam mediasi, kasus ini dipastikan akan berlanjut ke meja hijau. Langkah hukum ini dinilai penting untuk memberikan efek jera serta memastikan bahwa tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis di masa mendatang.
Dengan perkembangan ini, komunitas pers dan masyarakat luas berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum agar keadilan benar-benar ditegakkan dan kebebasan pers tetap terlindungi.(**)