Gananews|Aceh Besar-Mantan Anggota DPR RI sekaligus tokoh masyarakat Aceh, Karimun Usman, mengapresiasi keputusan Pelaksana Tugas (Plt) Camat Lhoong yang menetapkan tapal batas antara Gampong Lamkuta Blangmee dengan Gampong Lamgeriheu. Menurutnya, keputusan tersebut sudah tepat karena didasarkan pada peta yang diterbitkan Bappeda Aceh pada 1978, yang sesuai dengan peta wilayah Kecamatan Lhoong pada 1973. Peta ini, menurut Karimun, sah dan memiliki kekuatan hukum.
Karimun, yang kini berusia 82 tahun dan merupakan sesepuh di Blangmee, mengenang bahwa sejak kecil, batas selatan Blangmee memang berada di Jembatan Krueng Lam Ara, yang dahulu disebut “Titi Kaphe” atau jembatan kafir. Ia menambahkan bahwa meskipun beberapa areal persawahan di sepanjang Krueng Lam Ara masuk dalam Kejruen Blang Lamgeriheu, hal itu wajar karena kedekatan geografis.
“Mengakui bahwa beberapa persil tanah di kawasan Lamkuta Blangmee, yang administrasinya sempat dipegang oleh pihak Lamgeriheu, merupakan kekeliruan yang dapat diperbaiki di kemudian hari. “Kekeliruan tersebut tidak menurunkan keabsahan tapal batas yang telah ditetapkan oleh camat,” ujar Karimun.
Selain mengacu pada peta resmi, Karimun menjelaskan bahwa penetapan tapal batas juga bisa didasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 45 Tahun 2016, yang mengatur bahwa batas wilayah dapat ditentukan oleh batas alam seperti sungai, puncak gunung, dan batu besar. Namun, jika batas alam tidak ada, pedoman lain seperti jalan atau infrastruktur buatan manusia bisa digunakan.
Sependapat dengan Karimun, sesepuh Blangmee lainnya, Yuliyus Ismail, juga mendukung penetapan tapal batas di Jembatan Krueng Lam Ara. Menurut Yuliyus, tapal batas ini sesuai dengan batas-batas yang ada sejak zaman imuem mukim Blangmee pertama, Teuku Ibrahim. “Batas selatan Blangmee memang di Krueng Lam Ara, dan utaranya di Krueng Mob,” kata Yuliyus.
Yuliyus, putra dari H. Ismail Suud yang merupakan imuem mukim Blangmee pada 1962-1967, bercerita bahwa saat ia muda, warga sering memancing ikan di Krueng Lam Ara dengan izin imuem mukim Blangmee. Ia juga mengingat pembangunan Jembatan Krueng Lam Ara pada 1992 oleh PT Waskita Karya, yang melibatkan pemuda setempat dari Gampong Lamkuta Blangmee.
Keuchik Gampong Lamkuta Blangmee, Khusyairi, juga mendukung keputusan camat dan membantah klaim pihak Lamgeriheu terkait kepemilikan kolam empung huew. “Kolam itu berada di tanah milik keluarga almarhum Jauhari, yang terletak di belakang bekas SMP Negeri 1 Lhoong,” tegasnya.
Khusyairi juga menegaskan bahwa areal persawahan Blang Sukon selalu menjadi bagian dari wilayah hukum Gampong Lamkuta Blangmee.
Sawah-sawah tersebut dimiliki oleh warga Blangmee, termasuk keluarga almarhum H. Ismail Suud dan H.M. Amin. “Persawahan ini berada di bawah ketua Blang Bung, yang dulu dipimpin almarhum M. Nur,” tambahnya.
Selain itu, tanah lapangan sepak bola Lamgeriheu, menurut Khusyairi, sebenarnya milik almarhum H.M. Amin, yang dulu diberikan hak pakai untuk rumah dinas guru.
“Ahli waris almarhum, Darmadi, berencana menggugat status tanah lapangan tersebut karena belum jelas status hukumnya,” ujarnya.
Kendati demikian, beberapa bagian dari tanah di Blang Sukon memang telah dijual kepada warga Lamgeriheu atau dihibahkan untuk Dayah Fajar Hidayah. Meski tanah telah berpindah kepemilikan, hal ini tidak mengubah status wilayah yang tetap berada di bawah Gampong Lamkuta Blangmee.”(**)