GANANEWS.COM- Banda Aceh| Menyambut hari damai Aceh ke-15 tahun, Aktivis Referendum 1999 angkat bicara terhadap polemik MoU Helsinki yang semakin hari semakin tidak jelas terealisasi. Pemerintah Pusat terkesan tidak ikhlas terhadap semua isi perjanjian yang telah ditandatangani bersama selama 15 tahun lalu di Helsinki, tepatnya pada 15 Agustus 2005 silam.
Padahal, menurut Darnisaf Husnur atau yang akrab disapa Bang Saf mengatakan, waktu berjalan sudah 15 tahun, jika memang pemerintah Pusat serius terhadap perjanjian MoU Helsinki, maka semua janji yang telah disepakati harus segera terealisasi.
“Kita melihat perjanjian MoU tersebut terkesan dipermainkan atau ingin dilupakan atas janji yang sudah disepakati bersama,”kata Bang Saf Aktivis 99, melalui Rilisnya kepada media, Jum’at 14 Agustus 2020.
Sebagai contoh, Bang Saf membeberkan, polemik masalah tapal batas Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut), Bendera Aceh, Lambang, dan Hymne Aceh sampai saat ini masih terjadi perdebatan.
Padahal, amanah yang sama tercantum dalam UUPA BAB XXXVI tentang Bendera, Himne, dan Lambang, yakni pasal 247, dan pasal 248, kedua landasan hukum tersebut telah menjadi legalitas untuk membentuk Qanun tentang Bendera dan Lambang, dan telah pula diparipurnakan dalam sidang DPR Aceh serta telah dilembardaerahkan, dan di dalamnya ada Partai Nasional (Parnas), artinya bukan Partai lokal (Parlok) saja yang menyetujui.
“Kita khawatir jika pusat masih setengah hati merealisasikan isi perjanjian MoU, ditakutkan Aceh akan bergolak seperti masa lalu, maka kami meminta kepada Pemerintah pusat untuk segera merealisasikan semua janji tersebut, jika tidak berarti pusat sudah dianggap berkhianat yang kesekian kalinya dan ini sangat berbahaya,”Tegas Aktivis 99 itu.
“Demi perdamaian yang abadi, pusat harus segera bersikap sesuai dengan janji yang telah disepakati bersama di Helsinki dan UUPA No.11 tahun 2006.
Bang Saf mengungkapkan, rakyat Aceh sangat terkejut tentang apa yang telah diputuskan secara tiba-tiba terhadap polemik tapal batas Aceh tanpa adanya pemberitahuan kepada Pemerintah Aceh dan DPR Aceh yang jelas-jelas disebutkan dalam MoU Helsinki dan UUPA.
“Sebagaimana diketahui, MoU Helsinki Poin 1.1.4 disebutkan, bahwa perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956, yang merupakan usulan dari Pemerintah RI kepada GAM,”ungkap Aktivis Referendum, Bang Saf.
Disamping itu, Darnisaf Husnur juga menjelaskan, setiap keputusan strategis tentang Aceh harus dilakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Aceh dan DPR Aceh.
“Kami masyarakat selalu berdoa dan berharap perdamaian akan tetap terjaga dan tidak terjadi konflik berdarah seperti masa lalu, maka dari itu pusat harus dengan segera merealisasikan sebagaimana janji yang tertulis dalam MoU Helsinki dan UUPA yang ditanda-tangani bersama di Helsinki demi kedamaian dan kesejahteraan rakyat Aceh yang selama tiga dekade hidup dalam keprihatinan,” Harap Bang Saf aktivis 99.
“Sekali lagi kami ulangi, tepatilah janji sebagaimana yang di atur dalam MoU Helsinki dan UUPA, jangan khianati Aceh karena resikonya sangat besar,”Tutup Bang Saf dengan Tegas. (Rils)